Gara-gara status seorang teman di FB, saya jadi inget kisah-kisah terkait benda yang satu ini. Sendal, ya sendal (atau sandal?) yang disinggung-singgung teman saya di status.
Sendal, alas kaki yang dianggap tak sebonafid sepatu hingga cuma dipakai kalau acara informal. Apalagi sendal jepit yang seringkali dipandang sebelah mata karena murah, namun bisa sangat merepotkan kalau benar-benar tinggal sebelah.
Inget jaman kuliah dimana hampir semua dosen mengharuskan mahasiswa kuliah dengan mengenakan sepatu. Sebagian dosen lainnya saya rasa bukan tidak mengharuskan tapi kayanya lupa ng-check anak didiknya udah pakai sepatu apa belum. Hingga jika ada teman saya yang tertangkap kering (tertangkap basah cuma kalau pas hujan dan nggak bawa payung) memakai sandal maka ia akan diminta keluar ruangan untuk mencari pinjaman sepatu baru boleh mengikuti perkuliahan. Seandainya saat itu profil Dahlan Iskan sudah tenar, pasti didatangi mahasiswa berbondong-bondong minta 'dilempari' sepatu - seperti di acara launching novel Sepatu Dahlan -.
Nggak ngerti gimana cara teman-teman saya melobi pinjam sepatu, apakah dengan rayuan raja gombal ataukah dengan gaya sales panci. Yang pasti dalam waktu singkat mereka bisa kembali ke kelas dengan memakai sepatu (entah pas atau tidak ukurannya, saya nggak pernah tanya). Satu teman saya pernah berkomentar, "Kenapa sih nggak boleh pake sendal, kalo sendalnya Conver*e gimana itu khan mihiil?!". Apapun mereknya, sekali sendal tetap sendal.
Namun adakalanya kehadiran sepasang sendal ini menjadi penting bagi hidup. Ketika selesai shalat di masjid atau ketika umroh/haji dan anda tak menemukannya kembali, bisa jadi baru merasakan betapa berharganya ia. Alhamdulillah saya selalu bisa pulang dengan sendal di kaki (selalu punya sendiri juga, sumpeeh !). Seorang rekan kerja saya pernah kehilangan sendalnya selepas sholat di masjid, karena bingung ia berinisiatif untuk 'meminjam' sendal masjid sementara dan dikembalikan lagi keesokan harinya. Pas mbalikin sendal dia baru tahu ternyata itu bukan sendal masjid tapi sendalnya pak ustadz. Ampuun wkwkwkwk ...
Lain lagi dengan satu teman kuliah saya @Ismoyo, hobi banget pake sendal kemana-mana (kecuali ke kantor tentunya) sampai-sampai kita pernah kasih sendal sebagai hadiah ulang tahunnya. Nggak cuma hobi , tapi kadang-kadang kalau difoto disampingnya suka ada sendal bahkan pernah foto sambil megang sendal. Waktu saya nagih titipan beli barang, ia pun sempat menyangka titipan saya itu adalah sendal. Untung clutch batik titipan saya nggak ketuker beneran sama sendal. What a sendal minded !.
Banyak cerita dibalik sepasang alas kaki bernama sendal, seperti yang ditulis @Dikun semalam di FB : "Jika anda kehilangan sendal di masjid maka jangan pernah berpikir untuk menukarnya dengan yang lebih jelek sekalipun, karena itu adalah awal dari kekacauan berantai selanjutnya..".
Sendal, alas kaki yang dianggap tak sebonafid sepatu hingga cuma dipakai kalau acara informal. Apalagi sendal jepit yang seringkali dipandang sebelah mata karena murah, namun bisa sangat merepotkan kalau benar-benar tinggal sebelah.
Inget jaman kuliah dimana hampir semua dosen mengharuskan mahasiswa kuliah dengan mengenakan sepatu. Sebagian dosen lainnya saya rasa bukan tidak mengharuskan tapi kayanya lupa ng-check anak didiknya udah pakai sepatu apa belum. Hingga jika ada teman saya yang tertangkap kering (tertangkap basah cuma kalau pas hujan dan nggak bawa payung) memakai sandal maka ia akan diminta keluar ruangan untuk mencari pinjaman sepatu baru boleh mengikuti perkuliahan. Seandainya saat itu profil Dahlan Iskan sudah tenar, pasti didatangi mahasiswa berbondong-bondong minta 'dilempari' sepatu - seperti di acara launching novel Sepatu Dahlan -.
Nggak ngerti gimana cara teman-teman saya melobi pinjam sepatu, apakah dengan rayuan raja gombal ataukah dengan gaya sales panci. Yang pasti dalam waktu singkat mereka bisa kembali ke kelas dengan memakai sepatu (entah pas atau tidak ukurannya, saya nggak pernah tanya). Satu teman saya pernah berkomentar, "Kenapa sih nggak boleh pake sendal, kalo sendalnya Conver*e gimana itu khan mihiil?!". Apapun mereknya, sekali sendal tetap sendal.
Namun adakalanya kehadiran sepasang sendal ini menjadi penting bagi hidup. Ketika selesai shalat di masjid atau ketika umroh/haji dan anda tak menemukannya kembali, bisa jadi baru merasakan betapa berharganya ia. Alhamdulillah saya selalu bisa pulang dengan sendal di kaki (selalu punya sendiri juga, sumpeeh !). Seorang rekan kerja saya pernah kehilangan sendalnya selepas sholat di masjid, karena bingung ia berinisiatif untuk 'meminjam' sendal masjid sementara dan dikembalikan lagi keesokan harinya. Pas mbalikin sendal dia baru tahu ternyata itu bukan sendal masjid tapi sendalnya pak ustadz. Ampuun wkwkwkwk ...
Lain lagi dengan satu teman kuliah saya @Ismoyo, hobi banget pake sendal kemana-mana (kecuali ke kantor tentunya) sampai-sampai kita pernah kasih sendal sebagai hadiah ulang tahunnya. Nggak cuma hobi , tapi kadang-kadang kalau difoto disampingnya suka ada sendal bahkan pernah foto sambil megang sendal. Waktu saya nagih titipan beli barang, ia pun sempat menyangka titipan saya itu adalah sendal. Untung clutch batik titipan saya nggak ketuker beneran sama sendal. What a sendal minded !.
Banyak cerita dibalik sepasang alas kaki bernama sendal, seperti yang ditulis @Dikun semalam di FB : "Jika anda kehilangan sendal di masjid maka jangan pernah berpikir untuk menukarnya dengan yang lebih jelek sekalipun, karena itu adalah awal dari kekacauan berantai selanjutnya..".
No comments:
Post a Comment